Sejak lama menjadi angan-angan, menginjakkan kaki di puncak pendakian, dan Alhamdulillah perjalanan bebas hambatanLebih tepatnya 2015 lalu, ketika masih kuliah di salah satu Universitas Swasta di Ciamis. Atas ajakan teman laki-laki, sekelas, saya beri jawaban 'oke' dengan lantang.
Bagi kamu yang pernah menapakkan kaki, di tanah sunda bagian tenggara ini, pasti akan dijadikan kenangan indah nan sukar dilupakan.
Gunung indah dan mengesankan, sayang banget jika gak diabadikan
Tentang Papadayan
Mengutip dari berbagai sumber, Papandayan merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang masih aktif hingga sekarang. Gunung yang berada di ketinggian 2.665 mdpl ini berada di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.
Tercacat sejarah, pernah mengalami letusan tiga kali, yakni 12 Agustus 1772, 11 Maret 1923 dan 11 November 2003.
Meski terbilang sebagai gunung berapi hingga sekarang, tak membuat wisatawan sungkan untuk menapaki kaki di puncak Papandayan. Pasalnya, Papandayan memang ramah pendaki.
O ya, Papandayan terdiri dari banyak kawah, lho. Menurut informasi, kawah yang terdapat di Papandayan mencapai 14, kerap mengeluarkan asap dan tak sungkan melontarkan bau belerang hingga menyayat hidung saat melakukan pendakian [usahakan jangan lupa bawa masker, ya]. Yang cukup terkenal, yakni Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Manuk dan Kawah Nangklak.
Di belakang foto temanku ini salah satu kawahnya, ya
Selain kawah yang menjadi pusat perhatian, juga terdapat pepohonan mati dan bunga edelweis yang menghampar luas.
Salah satu potret hutan mati
Nah, hutan mati ini menjadi daya tarik pendaki. Jangan lupa diabadikan dengan berswa foto hingga video. Fyi, hutan mati ini merupakan salah satu hutan Papandayan yang terkena dampak erupsi, usai meletus beberapa dekade silam. Pohon-pohonnya sekarang tampak kering, hitam dan dipenuhi dedahanan menjulang. Namun, ciamik untuk kamu abadikan di handphone kesayangan.
Nah, selain kamu bisa cecap keindahan hutan mati, abadikan pula momen saat berada di puncak yang lebih tinggi, yakni Tegal Alun. Tegal Alun memiliki daya tarik yang siap memikat mata, lantaran dipenuhi bunga edelweis yang begitu kirana.
Bunga yang bernama Latin: Anaphalis Javanica ini, siap memberikan ketenangan jiwa dan raga kamu, setelah lelah dengan pendakian yang cukup menantang. Bukan sembarang, Tegal Alun mengantongi kawasan bunga yang melambangkan keabadian ini mencapai 35 hektare.
Namun sayang, saat melakukan pendakian kali ini, kami tidak sempat ke Tegal Alun.
Kemping di Pondok Saladah
Yang dipenuhi ratusan tenda warna-warni, dihuni ribuan pendaki dari berbagai penjuru teritori.
Temanku lagi bikin bakwan, kami mengelih saja, deh
Setelah semalaman sebagian istirahat, dan yang lain menyalakan api unggun. Pagi harinya, kami siap-siap sarapan.
Pondok Saladah menjadi titik pusat perkemahan para wisatawan. Pasalnya, disinilah posisi yang paling strategis. Lantaran, luas, medannya datar dan kualitas udara ketika malam pun tidak terlalu menyayat hingga tulang-tulang rawan.
Selain alasan tersebut, Pondok Saladah memiliki pemandangan menawan, track enteng bagi pemula, dan yang tak kalah penting, terdapat toilet yang bisa kamu gunakan, kapan saja.
Hah, toilet? Ya, sebab dari itu, Papandayan terbilang ramah, lantaran toilet pun disediakan.
Sarapan alakadarnya
Seusai sarapan, kami pun beregas, melipat matras dan perangkatnya. Lantaran, rundown berikutnya di depan mata. Lebih tepatnya, kami bertandang ke tempat yang sudah diceritakan di depan.
***
Saat ini, Papandayan terbilang laris dikunjungi para pendaki. Jika kamu berencana mengisi akhir pekan, gak usah sungkan untuk memilih Papandayan. Lantaran, kamu turun dari pendakian, gak akan selelah yang terbayangkan, hingga gak kuat masuk kerja weekday depannya.
Buktinya, saya pribadi, tak merasa lelah selayaknya usai mendaki [bukan sombong, kenyataan].
O ya, buat kamu yang pengin atau punya pengalaman menginjakkan kaki di tanah pasundan ini, boleh la share di kolom komentar yang telah tersedia dibawah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar